BERITA TERKINI

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

header ads

Sederet Fakta Terungkap Dalam Kasus Korupsi Eks Wali Kota Bima

Baca Juga

ILUSTRASI 

MATARAM - Sederet fakta Terungkap dalam kasus korupsi dengan terdakwa, mantan Wali Kota Bima, H.Muhammad Lutfi,SE (HML). Antara lain, Uang Pelicin dari Kontraktor untuk  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima Agus Musalim sebesar Rp.60 Juta.


Selain itu juga terdapat fakta lain yakni upaya menghilangkan Dokumen proyek dan Handphone. Perintah membakar dokumen proyek dan HP dilakukan  oleh Sekda Kota Bima,Drs H.Muhtar Landa, SH kepada Kabag Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ),Agus Musalim.


Fakta lain yang tak kalah menariknya yakni monopoli paket proyek di BPBD Kota Bima oleh Kontraktor Muhammad Makdis dan Amsol Solaeman.


Agus Musalim menerima uang dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek Pemkot Bima dengan nilai yang bervariasi. Mulai dari Rp2 juta, Rp3 juta, hingga Rp60 juta.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Agus Musalim menerima transfer uang dari kontraktor bernama Junaidin dan Imsal Sulaiman. “Benar ada transfer uang. Karena saya diminta untuk bantu tenaga kerja. Saya ikut membantu mengerjakan karena kondisinya serba terpaksa,” ungkap Agus Musalim saat menjadi saksi terdakwa Muhammad Lutfi, Senin (26/2).


JPU juga mencecar Agus Musalim terkait aliran dana Rp60 juta. Menjawab JPU, Agus Musalim tidak menampiknya. Ia mengaku menerima uang Rp60 juta terkait pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima. “Ada beberapa kali transfer. Nilainya Rp60 juta. Itu total saya dikasih,” ujarnya.


Untuk diketahui oleh publik, Pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB. Lembaga auditor ini menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan pada proyek pembangunan sayap Kantor Pemerintah Kota Bima.


Dua sayap kantor pemerintahan berada pada sisi kiri dan kanan dibangun dengan pagu dana Rp22 miliar lebih pada tahun anggaran 2021.


Proyek yang dikerjakan PT Citra Andika Utama KSO PT Surabaya Jaya Kontruksi ini, terdapat kekurangan volume dengan total kerugian Rp35.184.018.


Dari hasil pemeriksan fisik, kekurangan itu ditemukan pada item pekerjaan sloof S1, balok B1, balok B2, balok B3, dan keramik pada kamar mandi dan toilet. Pada proyek itu, rekanan juga dibebankan untuk membayar denda keterlambatan Rp157.202.060


Sekda Perintah Kabag PBJ Bakar Dokumen Proyek dan Handphone


Hal itu diungkap oleh Pejabat pengadaan barang dan jasa (PBJ) Setda Kota Bima Agus Musalim saat menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi dengan  terdakwa Muhammad Lutfi.


Pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (26/2) lalu, Agus Musalim mengungkapkan, saat KPK turun mengusut korupsi di Pemkot Bima tahun 2023, dirinya mendapat perintah agar menghilangkan dokumen-dokumen proyek.


“Tahun 2023 (saat diusut KPK), saya menerima perintah membakar handphone dan dokumen-dokumen proyek yang ditanganinya,” ungkapnya.


Perintah tersebut datang dari atasannya Sekda Kota Bima. “Ini perintah sekda Mukhtar. Ini disampaikan di ruangannya. Tapi saya tidak membakar handphone dan dokumen karena tidak berani,” katanya.


Sebelumnya, Agus Musalim juga mengaku menerima uang saat menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima. Agus Musalim menerima uang dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek Pemkot Bima dengan nilai yang bervariasi. Mulai dari Rp2 juta, Rp3 juta, hingga Rp60 juta.


Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Agus Musalim menerima transfer uang dari kontraktor bernama Junaidin dan Imsal Sulaiman.


“Benar ada transfer uang. Karena saya diminta untuk bantu tenaga kerja. Saya ikut membantu mengerjakan karena kondisinya serba terpaksa,” ungkap Agus Musalim saat menjadi saksi terdakwa Muhammad Lutfi, Senin (26/2).


JPU juga mencecar Agus Musalim terkait aliran dana Rp60 juta. Menjawab JPU, Agus Musalim tidak menampiknya. Ia mengaku menerima uang Rp60 juta terkait pembangunan Sayap Kantor Wali Kota Bima. “Ada beberapa kali transfer. Nilainya Rp60 juta. Itu total saya dikasih,” ujarnya.


Dua Kontraktor Monopoli Paket Proyek di BPBD


Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bima Ismunandar mengungkap bahwa sejumlah proyek Pemkot Bima tahun 2019 hingga 2021 dimonopoli kontraktor yang merupakan keluarga dan kolega terdakwa korupsi Muhammad Lutfi, Wali Kota Bima periode 2018-2023.


Hal ini disampaikan Ismunandar saat menjadi saksi pada persidangan terdakwa Lutfi di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (1/3). “Saat saya menjabat sebagai PPK 2019, saya pernah ditelpon Bu Ririn (Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bima) diajak menemui Muhammad Makdis yang merupakan adik ipar wali kota di rumahnya,” ungkap Ismunandar di hadapan majelis hakim yang dipimpin Putu Gde Hariadi.


Pada April 2019, Ismunandar dan Ririn menemui Makdis di kediamannya di Kampung Melayu wilayah Asa Kota. Mereka berdua bersedia menemui Makdis lantaran mengetahui bahwa yang bersangkutan merupakan keluarga wali kota.


Dalam pertemuannya dengan Makdis, Ismunandar menjelaskan, sejumlah proyek fisik di BPBD akan dikerjakan Makdis dan Amsal Sulaiman alias Chengsi. Mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) sejumlah proyek di BPBD Kota Bima inipun hanya bisa mengiyakan saja. “Tetapi saya katakan jika nanti untuk lelang dan penentuan pemenang di bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ),” terangnya.


Ismunandar menyampaikan pertemuannya dengan Makdis kepada pimpinannya saat itu, Kepala Pelaksana BPBD Kota Bima Safrudin. Namun Safrudin juga mengatakan kalau pihaknya bukan selaku penentu pemenang lelang. Sehingga persoalan ini bukan menjadi ranah mereka.


Sejumlah proyek BPBD Kota Bima dikerjakan Makdis dan Cengsi dengan anggaran Rp1 miliar sampai Rp5 miliar,” sebutnya.


Sebagian besar proyek tersebut dikerjakan dengan cara meminjam beberapa bendera perusahaan lain. Beberapa proyek yang dikerjakan Makdis, mulai dari Pembangunan Jalan Jati Baru dengan meminjam bendera perusahaan CV Zahira Bima; Pembangunan Jalan Perumahan Oi Fo’o meminjam bendera CV Nawir Jaya; Pembangunan Jalan Oi Fo’o 2 hingga pembangunan PJU meminjam CV Buka Layar.


Kemudian untuk pembangunan air bersih dan sanitasi dikerjakan Cengsi. “Itu sudah disampaikan ke saya saat saya ke rumahnya. Setelah lelang, ternyata betul pemenangnya seperti itu,” akunya.


Hal tersebut diketahuinya karena saat tanda tangan kontrak, ia selaku PPK menandatangani kontrak dengan pihak perusahaan yang telah disampaikan Makdis kepadanya sebelumnya.


Ia juga bahwa dirinya membocorkan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada Makdis. “Saya yang bocorkan HPS, walau pun saya tahu itu melanggar. Saya tau salah. Tapi karena diminta oleh keluarga pak Wali (Lutfi), makanya saya bocorkan sebelum lelang,” bebernya.


Pada tahun 2019-2021, ia mengaku memenangkan Makdis sebagai rekanan dalam proyek BPBD karena melihatnya sebagai keluarga wali kota. “Kalau Cengsi saya dikasih tau sama Makdis. Memang tidak ada atensi atau arahan dari wali kota saat bicara dengan Makdis,” ujarnya.


Ditanya menerima uang dari kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek BPBD, Ismunandar tidak menampiknya. Ia mengaku meminta sejumlah uang kepada Makdis untuk biaya pemulangan jenazah adiknya dari Mataram ke Bima.


“Saya terima uang, adik saya meninggal di Lombok. Mayatnya mau dibawa balik ke Bima. Saya kepepet. Saya minta uang ke Makdis dan ditransfer Rp5 juta atau Rp6 juta. Selain itu tidak ada dari Makdis dan Cengsi,” kelitnya.


Ia juga mengaku bahwa menerima uang dari perusahaan yang memenangkan tender proyek BPBD. “Untuk buat kontrak, masing-masing perusahaan Rp2 juta. Ini untuk biaya foto copy,” ujarnya.


Abdul Hanan, selaku penasihat hukum terdakwa Muhammad Lutfi mempertanyakan apakah penunjukan rekanan di bawah arahan wali kota? Ia menegaskan, wali kota tidak pernah mengarahkan langsung ataupun menerima uang dari kontraktor.


Begitu juga dengan Eliya, istri terdakwa. Eliya tidak pernah mengarahkan saksi untuk memenangkan perusahaan tertentu. “Tidak ada. Begitu juga menerima uang dari kontraktor,” katanya. 




(Anhar Amanan)






Posting Komentar

0 Komentar